Kehidupan Para Syuhada
Oleh Shodiqiel Hafily
17 Agustus 2008
Bukan orang Indonesia saja gemar berziarah kubur, foto di samping adalah makam Imam Bukhary dengan peziarahnya. Di makam beliau, Gus Dur berkunjung dan membaca shalawat nariyah.
Ziarah kubur ternyata bukan hanya tradisi bangsa Indonesia. Para shahabat Nabi menziarahi makam-makam para syuhada Badr, Uhud dll. Nabi menziarahi makam ibunya. Di perjalanan isra' juga mampir di sejumlah tempat atau makam tertentu, berdoa sejenak dan menanyakan ihwal-'biografi' yang bersangkutan.
Ziarah kubur bagi kalangan awam setidaknya sebagai tadzkirat-peringatan kesadaran akan mati disamping memperkukuh keimanan dan keyakinan terhadap alam ghaib (al-ladzin yu'minun bil-ghayb.. dst). Sebab, diakui atau tidak, kepercayaan terhadap hal yang ghaib itu sulit menancap dalam hati. Tidak heran bila banyak disangkal, karena dunia ghaib bersifat irrasional. Kalaupun dipercayai kebanyakan dipaksakan untuk diimani karena - misalnya - menjadi rukun iman yang mengingkarinya termasuk dosa, dogmatis.
Namun tidak sedikit orang yang memiliki kemampuan rohani yang tinggi hingga dapat berkomunikasi, berkonsultasi dan semacamnya dengan orang tertentu yang telah berpulang ke rahmatullah. Dibilang tertentu karena, memang, bukan sembarang orang bisa 'dijumpai'. Hanya orang yang dilukiskan Qur'an sebagai orang yang tetap hidup. Diantaranya adalah para syuhada. Wala tahsabanna al-ladzina qutilu fi sabilillah amwat bal ahya' 'inda rabbihim yurzaqun (jangan kau sangka mati mereka yang terbunuh di jalan Allah, mereka orang-orang yang hidup dan mendapat rizqi).
Kehidupan mereka tidak terputus dengan kehidupan dunia jifah (al-dunya jifah, sampah) ini. Hanya saja diperlukan kemampuan khusus mengekstrak diri untuk itu. Contoh, dalam berkomunikasi dengan malaikat Jibril, Nabi harus mengerahkan kemampuan rohaninya untuk memasuki dunia malaikat. Kadang sebaliknya, malaikat Jibril menyerupakan diri ke sosok manusia hingga Nabi tidak mengalami susah payah.
Lalu apa yang dilakukan orang yang berbeda tempat kehidupan? Banyak, contoh, Nabi shalat berjamaah di Masjid Aqsha dengan para pendahulu, bahkan beliau bertindak sebagai imam. Shalat yang kewajiban asalnya 50 kali dalam sehari semalam dimintakan 'dispensasi' atas saran Nabi Musa hingga menjadi 5 waktu. (bersambung..)
Selamat Tahun Baru
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar