Zakat dan Keberkahan
Oleh Shodiqiel Hafily
19 Agustus 2008
Dari "baaraka" itulah asal kata berkah atau keberkahan. Maknanya bertambah-tambah kebaikan. Sebagian ulama mendefinisakan berkah atau barokah dengan tsubut al-khoir fi al-syay' (tetap lestarinya kebaikan pada sesuatu)
Memahami keberkahan itu seperti apa, ilustrasi pengalaman Pak Prayogo (rektor UIN Malang) ini cukup menarik. Seorang petani, yang kebetulan anaknya lumayan banyak, berkeinginan agar semua anaknya dapat mengenyam pendidikan di kota. Sebagai seorang petani, ia baru dapat rizki jika kebun, atau ternaknya panen. Sedangkan kebutuhan untuk biaya sekolah bagi anak-anaknya itu, harus selalu dipenuhi. Para putra putrinya yang sekolah di kota, pada setiap bulan selalu minta dikirimi uang, baik untuk biaya hidup atau membayar SPP dan lain-lain.
Bagi pegawai negeri atau pegawai lain yang setiap bulan gajian, tidak dirasa sebagai masalah. Bagi pegawai negeri atau pegawai perusahaan, sekalipun mungkin gajinya tidak mencukupi, tetapi tiap bulan selalu mendapat gaji, sehingga secara teratur bisa membiayai anaknya. Berbeda dengan para pegawai, petani tidak bisa mendapatkan rizki yang bisa dipastikan datangnya setiap bulan seperti itu. Kecuali untuk beberapa jenis tanaman tertentu, seperti hasil tanaman kelapa yang bisa dipetik setiap bulan.
Petani yang dijadikan kasus dalam tulisan ini, memiliki cara menarik dalam memenuhi kebutuhan anaknya, agar dapat dipastikan pada setiap bulannya, jika mereka minta kiriman uang selalu tersedia. Cara yang dimaksudkan itu ialah setiap anaknya yang kost, sekolah atau kuliah di kota diberi sejumlah pohon kelapa. Katakanlah, setiap anak diberi sekitar sepuluh pohon. Hasil buah kelapa setiap bulan agar supaya dikelola sendiri oleh masing-masing anaknya itu. Jika belum bisa memetik sendiri, maka anaknya agar menyuruh pekerja untuk memetiknya dengan imbalan tertentu. Waktu itu, harga kelapa cukup tinggi. Seorang anak petani disediakan sepuluh batang kelapa hasilnya sudah cukup untuk menutup biaya sekolah setiap bulannya. Memang tidak seperti dulu, sekarang harga kelapa sedemikian rendah, sehingga hal itu tidak mungkin lagi dilakukan oleh orang desa.
Petani dimaksud setiap tahunnya, karena anaknya banyak, menyekolahkan ke kota rata-rata antara tiga sampai empat anak. Masing-masing anak dibiayai sekolahnya dengan seperti itu. Dari kasus itu ada yang menarik, yaitu bahwa satu di antara anaknya yang banyak itu mengetrapkan system bagi rizki pada orang lain setiap memanen kelapanya. Ia tidak pernah membawa hasil panen kelapa setiap bulan lebih 80 % dari seluruh hasil bersih kelapanya. Sebanyak 20 % dari penghasilan bersihnya selalu diserahkan kepada pekerja yang diserahi merawat pohon-pohon kelapa, agar digunakan untuk beli pupuk kandang guna memupuk masing-masing pohon kelapa haknya itu. Pekerja yang bertugas merawat tentu senang. Sebab, pupuk kandang di desa bisa diperoleh tanpa harus beli. Sehingga, uang 20 % dari hasil bersih yang diserahkan oleh tuan kecil yang lagi sekolah di kota, otomatis bisa menjadi miliknya. Asal, pesan agar pohon kelapanya dipupuk terpenuhi semua.
Strategi yang ditempuh oleh anak petani yang selalu mengembalikan hasil panennya setiap bulan untuk biaya memupuk pohon kelapanya, ternyata membawa dampak peningkatan hasil yang luar biasa. Berbeda dengan kelapa milik saudara-saudaranya yang setiap bulan tidak pernah diberi sentuhan kasih sayang dengan cara dipupuk, semua kelapa miliknya tumbuh lebat dan akibatnya buahnya juga semakin bertambah setiap bulannya dan bahkan berlipat. Jika kelapa milik saudara-saudaranya yang tidak pernah dipupuk hanya panen sekitar sepuluh biji setiap pohonnya, maka kelapa milik anak yang selalu berbagi rizki, lipat dua dan bahkan tiga kalinya. Oleh karena itu, sekalipun ia selalu menyisihkan 20 % dari hasil bersih panennya, maka dengan kesuburan pohon kelapa yang selalu dipupuk, setiap bulan buahnya justru berlipat, bilamana dibandingkan dengan milik saudaranya yang tidak dirawat dan dipupuk.
Dari kasus ini, ternyata dengan cara berbagi rizki, penghasilannya tidak semakin berkurang, melainkan justru semakin meningkat. Bahkan tidak sebatas untung berupa jumlah panennya setiap bulan meningkat, melainkan juga ia tambah persahabatan. Tukang petik yang setiap bulan diserahi tugas mencarikan pupuk, juga sekaligus bertambah rajin dan bertanggung jawab atas keamanan pohon kelapanya. Tukang petik menjadi senang, karena teruntungkan. Penghasilannya semakin lama, dengan semakin suburnya pohon kelapa yang dirawat, juga semakin meningkat.
Saya ada pengalaman berbeda, seorang pedagang sekaligus petani. Dia membuka toko bahan bangunan. Mula-mula ditangani sendiri bersama istrinya. Selang beberapa tahun, saya dapati tokonya berkembang pesat, karyawannya lebih dari lima orang dan tokonya telah berubah jauh lebih besar dan berlantai dua.
Di rumah, saya ceritakan kepada istri saya perihal toko dan pemiliknya itu. Istri saya malah lebih tahu. Bahkan, katanya, Pak Haji si pemilik toko dari desa seberang itu telah mampu membeli beberapa bidang tanah yang diserahkan kepada orang desa setempat untuk pengelolaannya. Diantaranya ada tetangga saya.
Ketika suatu hari saya berbincang-bincang dengan tetangga yang mengurusi perkebunan jeruk milik Pak Haji itu saya tanya apakah tidak sering dicuri orang sebagaimana sangat sering terjadi menjelang hari raya begini. Katanya aman-aman saja walau beberapa kebun jeruk yang lain begitu tidak amannya walau dengan pagar hidup yang kuat dan rapat bahkan ada yang menunggui semalaman di musim buah.
Kata tetangga saya itu mungkin Pak Haji doanya kuat. Boleh jadi memang begitu. Tetapi dari cerita-cerita yang saya himpun, ternyata Pak Haji itu selalu menyisihkan satu pikup penuh buah jeruk yang dipanen untuk dibagikan kepada orang kampung itu, kenal atau tidak.
Saya berkesimpulan, bukan doa Pak Haji itu yang bekerja efektif melainkan kedermawanannya kepada orang kampung menyebakan mereka menaruh perhatian. Buktinya, kata tetangga saya itu, kadang-kadang bila ada pagar kebun jeruk yang rusak, tanpa disuruh ada saja orang yang memperbaikinya. Tambahan lagi, para pelanggan tokonya selalu mendapatkan bingkisan di bulan puasa.
Begitulah rupanya Tuhan mengirimkan malaikat untuk menggugah hati orang-orang agar bersimpati, perduli dan turut serta mengamankan harta Pak Haji di daerah yang paling rawan sekalipun. Tak mengherankan jika hartanya semakin berkah melimpah. Saya pikir, itulah arti keberkahan.[]
Selamat Tahun Baru
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar